Pengertian
Nakirah dan Makrifat
Sebelum melangkah lebih jauh kita harus mengetahui bahwa Isim dapat
dibedakan secara umum dan khusus yang disebut dengan isim nakirah dan makrifat.
1.
Nakirah
Isim nakirah adalah isim yang belum ditentukan untuk menunjukkan kata
benda yang mana, yang bagai mana, adanya dimana, milik siapa, dan sebagainya,sehingga
tidak bias menyebutkan atau menunjukkan benda tersebut, karena maknanya
bersifat umum.[1]
2.
Makrifar
Isim makrifat adalah
isim yang mempunyai kandungan makna tertentu sehingga antara pembicara dan
pendengar sudah mengetahui apa yang dimaksud.[2]
A.
Tanda-tanda Nakirah dan
Makrifat
Apa bila kita ingin
membahas masalah tanda-tanda mengenai nakirah dan makrifat, kita harus membahas
terlebih dahulu haitu :
1.
Nakirah
b.
Biasanya tidak ditandai dengan
huruf Alif-Lam ( ال )
c.
Tidak jelas
Contohnya :
ذَلِكَ
بَيْتٌ. اَلْبَيْتُ كَبِيْرٌ
|
|
Artinya : Rumah itu baru. Itu sebuah rumah
2.
Makrifat
Contohnya :
جَاءَ
وَلَدٌ. اَلْوَلَدُ مُؤَدِّبٌ.
|
Artinya : Anak itu sopan.Datang
seorang anak.
b.
Jika dalam keadaan idhafat
Idhafat adalah dua
isim yang disatukan sehingga menimbulkan arti yang baru seperti kata مسجد الحرم kata tersebut berasal dari dua kata dan artinya pun berbeda, yang satu
artinya tempat sujud dan yang satu larangan berbuat keji dan mungkar.
c.
Jika kata yang di-idhafat-kan
kepada kata tunjuk (isim isyarah)
Contohnya :
Artinya : Maka hendaklah mereka menyembah tuhan pemilik
rumah ini (Ka’bah)
d.
Jika kata yang terletak setelah
kata tunjuk yang dibubuhi dengan huruf Alif-Lam ( ال )
Contohnya :
Artinya : Inilah kitab (Al-qur’an)
e.
Jika kata ganti (isim dhamir)
Contohnya :
انت كاتب الدرس
Artinya : Kamu sedang menulis pelajaran
f.
Jika kata sambung(isim mausul)
الزين يرثون الفردوس
Artinya : Yang akan mewarisi surge
firdaus
g.
Jika kata tunjuki (isim isyarah)
Contohnya :
هزا كتب
Artinya : ini sebuah buku
h.
Jika isim alam
Isim alam adalah kata yang menunjukkan suatu nama
orang atau diri, gelar, tempat atau nama semacam gelar[5].
Contohnya :
Artinya : Muhammad itu tidak lain
hanyalah seorang rasul.
B.
Sebab-sebab Penggunaan Nakirah dan Makrifat
1. Nakirah
a. Menginginkan makna tunggal, seperti:
وَجَاءَ رَجُلٌ مِنْ أَقْصَى الْمَدِيْنَةِ
Artinya : Dan
datanglah seorang laki-laki dari ujung kota
Maksudnya adalah
satu orang laki-laki.
b. Menginginkan jenisnya, seperti:
هَذَا ذِكْرٌ
Artinya : Ini
adalah peringatan
وَعَلَى أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ
Artinya : Dan pada penglihatan-penglihatan mereka itu ada
penutup.
Maksudnya adalah semacam
penutup yang asing yang tidak dikenal oleh para manusia dengan cara menutup
terhadap sesuatu yang tidak dapat ditutupi oleh penutup-penutup yang lain.
c. Ta’dzim (pengagungan),
dalam pengertian bahwa dia adalah lebih agung daripada jika dijelaskan atau
disebutkan, seperti :
فَأْذَنُوْا بِحَرْبٍ
Artinya : Maka umumkanlah perang
Maksudnya adalah dengan peperangan apa saja.
d. Taktsir (memperbanyak), seperti:
أَئِنَّا لَنَا لأَجْرًا
Artinya : Apakah
kami akan mendapatkan ganjaran).
Maksudnya
adalah yang sempurna yang banyak.
e. Tahqir (meremehkan) maksudnya adalah
terperosoknya nilainya sampai kepada suatu keadaan dimana dia tidak layak untuk
dijelaskan. Seperti :
إِنْ نَظُنُّ إِلاَّ ظَنَّا
Artinya : Kamu
tidak lain hanyalah berprasangka dengan suatu prasangka
Maksudnya
adalah prasangka hina yang tidak dapat dijadikan sebagai pedoman. Jika tidak
demikian, maka mereka pasti mengikutinya, karena itulah kebiasaan mereka.
f. Taqlil (menyedikitkan), seperti :
وَ رِضْوَانٌ مِنَ اللهِ أَكْبَرُ
Artinya : dan
keridlaan dari Allah adalah lebih besar.
Maksudnya
adalah keridlaan yang sedikit dari-Nya adalah lebih besar daripada surga-surga.
Karena keridlaan-Nya adalah pincak setiap
kebahagiaan. Sedikit
dari-Mu Cukup
untukku, tetapi Sedikit-Mu Tiada bisa dikatakan sedikit.[6]
2. Makrifat
a. Dengan cara menyebutkan isim ‘alam (nama), agar
semula diketahui oleh pendengarnya dengan cara menyebutkan sebuah nama yang
khusus baginya, seperti :
قُلْ هُوَ اللهُ أَحَد
Artinya : Katakanlah:
“Dialah Allah yang satu
b. Atau untuk memuliakan atau menghinakan, jika
penyebutannya secara jelas mengharuskan hal itu. Contoh dari pemuliaan adalah
penyebutan Ya’qub dengan gelarnya, Isra’il, karena nama itu dari Allah.
Mengenai gelar ini ada dalam pembahasan khusus dalam Ilmu Tafsir (Ulumul
Quran).[7] Dan
contoh penghinaan adalah :
تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ
Artinya : Celakalah
Abu Lahab
Dan pada
nama ini ada sebuah rahasia lain, yaitu sindiran bahwa dia termasuk penghuni
Neraka Jahanam.
c. Dengan menunjukkannya (isyarah) untuk
membedakannya dengan pembedaan yang lebih sempurna serta menghadirkannya di
dalam benak pendengar secara kasat mata, seperti:
هَذَا خَلْقُ اللهِ فَأَرُوْنِى مَاذَا خَلَقَ
الَّذِيْنَ مِنْ دُوْنِهِ
Artinya : Ini
adalah ciptaan Allah, maka perlihatkanlah kepadaku apa yang dapat diciptakan
oleh yang selain-Nya.
d. Untuk pemaparan karena ketidaktahuan pendengar,
bahkan dia tidak mampu mengetahuinya kecuali dengan isyarat indrawi. Dan ayat
ini cocok untuk contoh ini. Dan untuk menjelaskan sejauhmana kedekatan dan
kejauhannya. Maka digunakan isim isyarah.
e. Bermaksud untuk menghinakanmya dengan
menggunakan kata penunjuk dekat, seperti perkataan kaum kuffar :
أَهَذَا الَّذِى يَذْكُرُ ءَالِهَتَكُمْ
Artinya : mereka berkata: “Apakah ini orang yang mencela
tuhan-tuhanmu.
f. Untuk maksud mengagungkannya dengan menggunakan
kata penunjuk jauh, seperti :
ذَالِكَ الْكِتَابُ لاَ رَيْبَ فِيْهِ
Artinya : Kitab
itu tiada keraguan di dalamnya)
g. Untuk lebih memberikan perhatian kepadanya
dengan menggunakan kata penunjuk setelah sebelumnya disebutkan sifat-sifat yang
menunjukkan bahwa hal itu memang layak untuk mendapat imbalan dari apa yang
disebutkan setelahnya, seperti:
أُولَئِكَ عَلَى هُدًا مِنْ رَّبِّهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ
الْمُفْلِحُوْنَ
Artinya : Mereka
itulah orang-orang yang mendapatkan petunjuk dari Tuhan mereka dan mereka
itulah orang-orang yang berbahagia.
h. Atau dengan menggunakan isim maushul karena
keengganan untuk menyebutkan nama spesialnya, yang mungkin disebabkan untuk
menutupinya, menghinanya atau untuk tujuan lain. Seperti:
وَالَّذِى قَالَ لِوَالِدَيْهِ أُفٍّ لَكُمَا
Artinya : Dan
orang yang berkata kepada kedua orang tuanya: “Cis bagi kamu berdua”.
i.
Dan
adakalanya dimaksudkan untuk tujuan umum, seperti pada firman Allah :
إِنَّ الَّذِيْنَ قَالُوْا رَبُّنَا اللهُ ثُمَّ
اسْتَقَامُوْا
Artinya : Sesungguhnya
orang-orang yang berkata: “Tuhanku adalah Allah”, kemudian mereka teguh pada
pendiriannya.
j.
Atau
kadang-kadang dimaksudkan untuk meringkas, seperti pada firman Allah Ta’ala:
لاَ تَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ ءَاذَوْا مُوْسَى
فَبَرَّأَهُ اللهُ
Artinya : Dan
janganlah kalian seperti orang-orang yang menyakiti Musa, kemudian Allah
membebaskannya.
k. Dan ma’rifah dengan idhafah karena keadaannya,
yang merupakan jalan paling ringkas atau untuk mengagungkan mudlaf, seperti:
إِنَّ عِبَادِيْ لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ
Artinya : Sesungguhnya
hamba-hamba-Ku, kamu tidak memiliki kemampuan terhadap mereka.
l.
Atau
untuk maksud yang umum, seperti:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِيْنَ يُخَالِفُوْنَ عَنْ
أَمْرِهِ
Artinya : Maka
hendaklah orang-orang yang melanggar perintah-Nya itu menjadi takut.
Maksudnya adalah semua perintah-perintah
Allah.
Kesimpulan
Berdasarkan uaraian di atas dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut :
1.
Sesungguhnya nakirah dan makrifat itu sangatlah tidak sama baik itu kaidahnya maupun kegunaannya.
2.
Ternyata nakirah dan makrifat yang ada didalam kaidah bahasa arab hanya
digunakan dalam hal-hal yang sangat sering dijumpai didalam bahasa arab.
3.
Nakirah berlawanan dengan makrifat atau bahasa
lainnya tanda-tanda nakirah berkebalikan dengan makrifat.
Assalamualikum Ustaz,
BalasHapusIngin ajukan persoalan, bagaimana sekiranya penggunaan alif lam didalam perkataan salam.
Apakah maksudnya akan juga berubah, contohnya salam dan juga assalam.
Terima kasih.
mas Rais santri kok artinya kok beda kayak dikamus yaa..?
BalasHapusyang di bagian isim nakirah no 1. makasih ya mas.
BalasHapusmakasih atas ilmunya ....
BalasHapussangat membantu
BalasHapusBacot😝 rascal
BalasHapus